Oleh : Adib Rubiyad, Khusni Tamrin, Nurlaela, Rohman syah, Suirah
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Islam adalah agama fitrah. Artinya, ma’rifat terhadap Allah SWT dan iman
kepadaNya adalah sesuatu yang telah terpasang dalam diri manusia. Seluruh
manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, atau atas kebersihan dan kejernihan
yang asli, serta telah dirancang dan terpasang dalam dirinya untuk beriman
secara fitrah kepada Penciptanya, Allah SWT.
Dalam islam, pluralitas, yang dibangun diatas tabi’at asli, kecenderungan
individual, dan perbedaan masing-masing pihak masuk dalam kategori fitrah yang
telah digariskan oleh Allah SWT bagi seluruh manusia. Fitrah itu dapat saja
dibelenggu atau dikekang. Namun ia tetap sebagai sunnah (ketentuan) dari
sunnah Allah SWT yang tidak dapat berubah atau tergantikan.
Adapun yang akan
dibahas di sini diantaranya:
a)
Mengetahui definisi pluralisme
b)
Memahami hakekat dari pluralisme
c)
Mengetahui pandangan islam terhadap pluralisme
d)
Memahami pluralisme ekonomi islam
PEMBAHASAN
- Definisi Pluralisme
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “Pluralisme” berasal dari kata
“plural” yang artinya jamak atau lebih dari satu. Pluralistis mengandung arti
banyak macam, bersifat keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan
sistem sosial dan politiknya).
Menurut M. Shiddiq al-Jawi Istilah Pluralisme (agama) sebenarnya
mengandung 2 (dua) hal sekaligus, Pertama, gambaran realitas bahwa di sana ada keanekaragaman
agama. Kedua, pandangan atau pendirian filosofis tertentu menyikapi realitas
keanekaragaman agama yang ada.
Menurut
The Oxford English Directory, pluralisme berarti “sebuah watak untuk
menjadi plural”, dan dalam ilmu politik didefinisikan sebagai :
1) Sebuah teori yang
menentang kekuasaan monolitik negara dan bahkan menganjurkan untuk meningkatkan
pelimpahan dan otonomi organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan
seseorang dalam masyarakat. Juga, percaya bahwa kekuasaan harus dibagi di
antara partai-partai politik yang ada.
2) Keberadaan toleransi
keragaman kelompok-kelompok etnis dan budaya dalam suatu masyarakat atau
negara, keragaman kepercayaan atau sikap yang ada pada sebuah badan atau
institusi dan sebagainya.
Sedangkan
dalam Islam yang dimaksud pluralisme adalah paham kemajemukan yang
melihatnya sebagai suatu kenyataan yang bersifat positif dan sebagai keharusan
bagi keselamatan umat manusia.
Pluralitas merupakan kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan)
dan kekhasan. Pluralitas tidak dapat dimasukan kepada kesatuan yang tidak
mempunyai bagian-bagian yang tidak menciptakan “keutamaan”, ”keunikan”, dan
”kekhasan” tersendiri. Tanpa adanya
kesatuan yang mencakup seluruh segi maka tidak dapat dibayangkan kemajemukan,
keunikan, kekhasan atau pluralitas itu. Demikian juga sebaliknya.
- Hakikat Pluralisme dalam Islam
Pluralisme atau kemajemukan adalah kenyataan yang telah menjadi kehendak
Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-quran (Qs:49 ayat 13).
Artinya: “Hai
manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS. Al-hujarrat : 13).
Tetapi yang paling penting adalah bagaimana umat islam mengembangkan
dimensi pluralitas itu sehingga menerima pluralisme, yakni sistem nilai yang
memandang secara positif-optimis terhadap kemajemukan itu sendiri, dengan
menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin atas dasar kenyataan
itu.
Pluralisme dan kemajemukan bersifat
“Alami dalam diri manusia dan mereka diciptakan dengan kesiapan untuk
itu” serta ditakdirkan untuknya. Pluralisme dan kemajemukan adalah “Ciptaan
Illahi”, bukan sekedar sesuatu yang dibolehkan atau satu macam hak dari hak
asasi manusia. Jika kemajemukan dan pluralitas merupakan faktor-faktor yang
membuahkan perbedaan maka faktor kesatuan kemanusiaan menjadi ikatan persatuan
mereka. Karena “tidak mungkin manusia berbeda pada lahir mereka, tetapi tidak
berbeda dalam batin mereka. Dan tidak sesuai pula dengan hikmah jika sesuatu
terus membanyak, tapi tidak berbeda-beda. Juga tidak mungkin jika suatu jenis
dan macam telah disatukan, tapi elemen-elemennya tidak kunjung bertemu dan
bersatu
Jika tidak ada pluralitas, perbedaan dan perselisihan niscaya tidak ada
motivasi untuk berlomba, saling dorong, dan berkompetisi diantara individu,
umat, pemikiran, filsafat serta peradaban-peradaban, dan hidup inipun akan
menjadi stagnan dan tawar, serta mati tanpa dinamika. Juga manusia tidak akan
dapat mewujudkan tujuan-tujuan amanah kekhalifahan yang telah diembankan, yaitu
agar mereka membangun bumi dan mengembangkan wujud peradaban mereka. Keimanan
akan kemajemukan, kekhasan, dan perbedaan adalah motivator bagi kreativitas,
serta saling dorong dalam medan
kemajuan, pembangunan, dan peningkatan peradaban. Sementara, keyakinan akan
ketunggalan model pemikiran dan peradaban adalah pintu taqlid, peniruan, dan pada
akhirnya membawa kepada stagnasi dan hilangnya potensi kreativitas yang
mengantarkan kepada kematian. Karena hikmah Ilahiah yang amat besar ini maka
Allah SWT menjadikan manusia berbeda-beda.
- Pandangan Islam Terhadap Pluralisme
Hubungan islam dan pluralisme memiliki dasar argumentasi yang kuat.
Menurut Nurcholish Majid hal itu berangkat dari semangat humanitas dan
universalitas Islam. Yang dimaksud dengan semangat humanitas adalah Islam merupakan agama
kemanusiaan (fitrah) atau dengan kata lain cita-cita Islam sejalan dengan
cita-cita manusia pada umumnya. Dan misi Nabi Muhammad adalah untuk mewujudkan
rahmat bagi seluruh alam, jadi bukan semata-mata untuk menguntungkan komunitas
islam saja. Sedangkan pengertian universalitas islam dapat dilacak dari term
al-islam yang berarti sikap pasrah pada Tuhan . dengan pengertian tersebut,
semua agama yang benar pasti bersifat al-islam. Tafsir al-islam seperti ini
bermuara pada konsep kesatuan kenabian dan kerasulan, yang kemusiaan dalam
urutannya membawa kepada konsep kesatuan umat yang beriman.
Islam secara tegas memandang pliralisme sebagai suatu keniscayaan dan
bahkan secara positif menyikapinya. Bukti normatif lain yang ditunjukan
Nurcholish adalah terdapatnya gagasan ahl al-kitab dalam al-quran, yaitu
konsep yang memberikan pengakuan tertentu kepada para penganut agama lain yang
memiliki kitab suci . ini tidak berarti memandang semua agama sama, suatu hal
yang mustahil, mengingat kenyataan agama yang ada adalah berbeda-beda dalam
banyak hal sampai sampai ke hal yang prinsip. Tetapi memberi pengakuan sebatas
hak masing-masing untuk berada (bereksistensi) dengan kebebasan menjalankan
agama masing-masing.
Bertolak dari pandangan bahwa islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah),
yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusiaan universal;
Nurcholish berpendapat cita-cita keislaman di Indonesia adalah sejalan dengan
cita-cita manusia indonesiapada umumnya. Ia yakin betul bahwa pandangan ini
merupakan salah satu ajaran pokok islam. Karenanya Nurcholish berpendapat
bahwa, “sistem politik yang sebaiknya diterapkan diIndonesia adalah sistem yang
tidak hanya baik untuk umat islam, tetapi juga yang membawa kebaikan untuk
semua anggota masyarakat Indonesia.”
Pikiran bahwa yang dikehendaki oleh islam adalah suatu sistem yang
menguntungkan semua orang. Termasuk mereka yang bukan muslim, menurutnya adalah
sejalan dengan watak inklusif islam. Pandangan ini, menurutnya telah memperoleh
dukungannya dalam sejarah awal islam.
Dari alur pemikiran Nurcholish di atas, pada intinya ia hendak
menandaskan bahwa islam, melalui kekuatan doktrin ajaran dan bagaimana
kesejarahanya, memiliki peran besar dalam mengembangkan paham pluralisme agama,
memang ia mengakui bagaimanapun tetap ada kendala berupa munculnya sikap
tertutup dan tidak suka terhadap agama lain. Prasangka negatif adalah bagian
dari kenyataan hubungan antar kelompok. Namun tidak semua kelompok membenarkan
adanya prasangka kepada kelompok lainnya dan banyak dari mereka yang mempunyai
komitmen untuk memberantasnya. Menurut Nurcholish, pengalaman historis umat
islam dalam mempraktekan pluralisme benar-benar mengesankan, namun beberapa
abad belakangan mengalami gangguan. Sebabnya ialah karena faktor imperialisme
barat (Eropa-kristen) terhadap dunia islam dan gerakan zionisme yahudi.
Dua hal itu menyebabkan timbulnya konflik yang rumit di kalangan versus
kristen dan Yahudi. Meskipun demikian bagi Nurcholis, kendala itu tidak boleh
membuat umat islam menurun prestasinya dalam mengembangkan semangat toleransi.
Berkat kemajuan pendidikan, umat islam dapat secara kreatif mengolah pengalaman
masa lalunya, untuk ditransformasikan kedalam bentuk-bentuk toleransi dan
pluralisme modern, dengan sedikit saja perubahan seperlunya beberapa konsep dan
ketentuan teknis operasionalnya.
Pendeknya, Nurcholis hendak mengiring bahwa umat islam Indonesia pun harus bisa mewarisi
semangat pluralisme yang tinggi. Ia selalu menekankan baik pada umat islam
sendiri maupun non muslim bahwa bersikap positif pada pluralisme adalah suatu
keharusan, bukan saja karena doktrin agama memang mendukung demikian, tetapi
terlebih karena tuntutan objektif dari realitas kehidupan modern.
- Pluralisme Ekonomi Islam
Dari sisi metodologis, ekonomi islam dapat dipahami sebagai hukum
muamalah yang bersumber dari wahyu (al-quran dan al-hadits) dan dikembangkan
melalui penalaran akal budi (ijtihad). Oleh karenanya, kemajuan dan
pengembangan ekonomi islam, sangat tergantung kepada kecerdasan para
penganutnya, karena kemajuan islam identik dengan pembaharuan intelektualisme.
Begitu juga ekonomi lainnya, metodologi mereka dibangun atas
intelektualitas pemikiran dan penggagasannya. Intelektualisme itulah ideologi
mereka sebagai bangunan atas paradigma bepikir tentang konsep dan teori
ekonominya, sehingga melahirkan sistem ekonomi. Setiap sistem ekomoni dibangun
atas ideologi yang memberikan landaasan dan tujuannya serta prinsip-prinsipnya.
Seperti, ekonomi kapitalis berakar pada pengembangan ideologi liberalisme,
ekonomi sosoalis berlandaskan pada ideologi komunisme dan ekonomi demokrasi
berdasarkan atas ideologi pancasila.
Begitu juga ekonomi islam, mengembangkan dirinya berdasarkan wahyu illahi.
KESIMPULAN
Islam tidak memandang pluralitas sebagai sebuah perpecahan yang membawa
kepada bencana. Islam memandang pluralitas sebagai rahmat yang Allah turunkan
kepada makhluk-Nya. Dengan pluralitas, kehidupan menjadi dinamis dan tidak
stagnan karena terdapat kompetisi dari masing-masing elemen untuk berbuat yang
terbaik. Hal ini membuat hidup menjadi tidak membosankan karena selalu ada
pembaruan menuju kemajuan.
Pandangan islam yang lebih luwes dalam memaknai pluralitas menjadikan
warna-warni dalam khasanah keilmuan islam.Nurcholis majid selaku tokoh yang
sangat konsisten dalam pluralitas mencoba mengaplikasikan suatu paham dimaa dia
menganggap bahwa tidak perlu di indonesia
ini di berlakukan syariat islam karena Pancasila pun sudah memiliki nafas
islam.
Dari sisi perkembangan dan
perluasan, ekonomi harus tetap ada pada beberapa kelompok kekuatan ekonomi yang
terdapat dalam masyarakat. Sebagaimana yang telah disinggung seperti dalam
masalah-masalah diatas, pluralisme berusaha menyamakan permasalahan agama
dengan perkara-perkara politik, ekonomi dan partai. Sehingga dari situ mereka
berkesimpulan bahwa dalam segala aspek sosial diperlukan pluralitas, oleh
karenanya hal itu harus dimunculkan dan dikembangkan.
ANALISIS
Menurut kami Pluralisme, sebagaimana
dalam berbagai fenomena dan pemikiran
memiliki sifat antara komoderatan dan keadilan, keseimbangan dan juga mempunyai
sisi yang ekstrim, baik sisi yang melebih-lebihkan pluralitas atau sisi yang
mengurang-ngurangkan pluralitas. Sifat keadilan dan keseimbangannya lah yang
dapat memelihara hubungan antara kemajemukan, perbedaan, dan pluralitas itu
sendiri. Sementara itu perpecahan dan kekacauan ditimbulkan oleh sikap ekstrim
memusuhi yang tidak mengakui dan memiliki faktor pemersatu.
Indoesia sebagai negara yang
majemuk,yang sangat beragam di segala aspek kehidupan.Adanya sikap toleransi
dan sikap saling menghormati dalam kehidupan masyarakat sangat di
perlukan,sebagai lem perekat dari unsur-unsur pluralisme.Pada dasarnya
pluralitas terdapat disegala aspek kehidupan,sama halnyadalam pluralitas dalam
islam.pluralitas dalam islam disadari atau tidak itu merupakan khasanah pengetahuan
dalam islam, asal tidak ada “klaim kebenaran”yang dapat memperuncing perbedaan
antar golongan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Topik, dkk. 1996. Jalan Baru Islam. Bandung : Mizan
Aziz, Ahmad Amir. 1999. Neo-modernisme
Islam di Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta
Imarah, Muhammad. 1999. Islam
dan Pluralitas. Jakarta
: Gema Insani
M. Syafi’I, Anwar. 1995. Pemikiran
dan Aksi Islam Indonesia.
Jakarta:
Paramadina.
http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=75&Itemid=47
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar